Oleh: Fachrur Rizha, S.Sos.I
Secara perkembangannya, media massa di Indonesia saat ini jauh lebih berkembang dan berkiprah dibandingkan masa-masa sebelumnya. Saat ini media massa di Indonesia mulai bertumbuhan di mana-mana dan bisnis media massa juga mulai menjadi perhatian utama bagi para pengusaha. Namun di samping itu, perkembangan media juga menimbulkan dampak sosial yang memprihatinkan, hal ini dikarenakan saat ini industri media baik cetak maupun elektronik tidak lagi memperhatikan kualitas informasi yang diberikan kepada masyarakat, melainkan hanya melihat dari sisi keuntungan yang akan diperoleh perusahaan media, sehingga berdampak masyarakat terutama bagi remaja.
Salah satu contohnya pemberitaan yang diberitakan dengan penulisan dan penampilan foto yang vulgar, seperti adanya tabloid kuning dan lampu merah yang sebenarnya kinerjanya jauh melenceng dari Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan ini sangat berpengaruh terhadap perubahan psikologis masyarakat pembacanya. Demikian juga dengan penanyangan sejumlah sinetron atau film yang kerap kali ditanyangkan dan ditonton oleh semua kalangan umur.
Pemberitaan atau informasi yang disuguhkan oleh kalangan media massa juga terkadang tidak lagi sesuai dengan fungsi media massa secara keseluruhan, melainkan media massa saat ini lebih tarpaku pada fungsi menghibur saja, sehingga sejumlah informasi yang ditampilkan hanya berkisar mengenai fashion, mode atau yang paling banyak saat ini adalah mengenai selebritis, mulai dari gaya hidup mereka hingga masalah pribadi seperti perceraian. Hal inilah yang sangat disayangkan, karena nantinya secara tidak langsung ini akan menjadi panutan masyarakat dalam kesehariannya.
Di sisi lain, tingginya kebutuhan dan permintaan audiens pada infotainmen juga menjadi alasan bagi perusahaan media untuk terus menambah programnya yang berhubungan dengan hal tersebut. Fenomena ini bisa dilihat dari berapa banyak persentase program sinetron, gosip dan lainnya dibandingkan dengan program yang bersifat berita dan pendidikan. Seperti Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang bersimbolkan pendidikan, namun program yang ditampilkan lebih banyak yang tidak berhubungan dengan pendidikan melainkan lebih kepada sinetron, dangdut dan gosip.
Memang saat ini ada sejumlah kebijakan pemerintah yang telah disahkan berkaitan dengan media massa, seperti Undang-Undang No.40 tahun 1999, Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002, dan yang baru saja disahkan DPR yaitu Undang-Undang Pornografi dan Porno Aksi. Di samping itu media massa sendiri juga selalu diawasi oleh Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Namun dalam aplikasinya semua kebijakan itu masih sangat jauh dari harapan. Hal ini tampak dari sistem kinerja media massa yang masih sangat banyak memberitakan atau menginformasikan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma dan melenceng dari peraturan yang telah dikeluarkan.
Di sisi lain, peran masyarakat dalam mengawasi kinerja media massa juga sangat jauh dari harapan. Mereka tidak merasa memiliki peran dan dapat menentukan arah kinerja media, karena bagiamanapun media massa akan selalu membutuhkan masyarakat, jika masyarakat tidak menerima media massa tersebut maka pastinya media massa tidak akan dapat berkerja. Hal inilah yang saat ini terjadi pada masyarakat kita, mereka lebih memilih untuk bersifat pasif pasif, sehingga hampir tidak ada wadah yang mengontrol dan mengkaji materi penyiaran yang sesuai dengan Undang-undang penyiaran yang telah diterapkan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar