Minggu, 07 Februari 2010

ANTROPOLOGI SEBAGAI LANDASAN ILMU KOMUNIKASI

Oleh: Fachrur Rizha, S.Sos.I

Antropologi dikatakan sebagai salah satu akar atau landasan lahirnya ilmu komunikasi. Seiring dengan perkembangan antropolgi tersebutlah akhirnya para ahli budaya melihat jika dalam budaya juga sangat tergantung pada komunikasi. Hal inilah yang kemudian dikaji mengenai proses dari komunikasi tersebut sehingga lahirlah ilmu komunikasi dari antroplogi. Namun untuk lebih jelasnya mengenai keterkaitan tersebut sebaiknya kita terlebih dahulu melihat menganai antopologi dan komunikasi itu sendiri.

Kebudayaan adalah komunikasi simbolis, simbolisme itu adalah keterampilan kelompok, pengetahuan, sikap, nilai, dan motif. Makna dari simbol-simbol itu dipelajari dan disebarluaskan dalam masyarakat melalui institusi. Menurut Levo-Henriksson (1994), kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan kita setiap hari, terutama pandangan hidup – apapun bentuknya – baik itu mitos maupun sistem nilai dalam masyarakat. Ross (1986,hlm 155) melihat kebudayaan sebagai sistem gaya hidup dan ia merupakan faktor utama (common domitor) bagi pembentukan gaya hidup (Alo Liliweri, 2003,8-9.

Peradaban Romawi dan Yunani menjadi dasar bagi antropologi terutama yang berkaitan dengan maslah estetika, etika, metafisika, logam dan sejarah. Mempelajari antropologi dapat dilihat dari segi sejarah harus didasarkan pada orientasi humanistic, sejarah dan ilmu alam, karena perbedaan kondisi iklim dan keadaan permukaan tanah akan membawa peradaban keaadaan fisik, karakteristik dan konstitusi suatu masyarakat yang berbeda (Hipocrates 1962: 135). Memformulasikan tradisi filosofis dan tradisi keilmuan akan memberikan proposisi-proposisi sebagai berikut;
1. Segala sesuatu itu mempunyai sebuah bentuk yang menentukan maksud dari bentuk tersebut
2. Semua hal yang ada dalam suatu Negara akan mengalami perubahan secara terus menerus; perubahan tersebut akan berkisar antara integrasi dan disintegrasi
3. Setiap bentuk merupakan sebuah struktur yang setiap bagiannya tersusun secara berbeda-beda tergantung dari kepentingannya
4. Desain setiap bagian memberikan sumbangan pada keseluruhan sistem sosial melalui aktualisasi
5. Dalam setiap sistem terjadi penyaringan untuk membuat keseimbangan dalam setiap bagian sistem.
6. Perubahan yang terjadi pada salah satu bagian system akan menganggu aktivitas dan akan mengakibatkan ketidak harmonisan dalam sistem tersebut.
7. Perubahan secara besar-besaran merupakan hasil modifikasi internal dari suatu bagian yang sedang diperluas dan kemudian dikontrol dengan membangun kembali harmosisasi dalam sistem.

Budaya sebagai konsep sentral. Linton (1945:32) memberikan definisi budaya secara spesifik, yaitu, budaya merupakan konfigurasi dari prilaku manusia dari elemen-elemen yang ditransformasikan oleh anggota masyarakat. Budaya secara umum telah dianggap sebagai milik manusia, dan digunakan sebagai alat komunikasi sosial di mana didalamnya terdapat proses peniruan. Selanjutnya konsep budaya telah menuntun para pakar etnologi Amerika dan Jerman kedalam suatu bentuk teoritik. Setelah Radcliffe-Brown (1965:5) para ilmuan antropologi sosial Prancis dan Inggris cenderung untuk membedakan konsep budaya dan sosial dan cenderung membatasi kedua konsep tersebut pada cara belajar berfikir, merasa, dan bertindak, yang merupakan dari proses sosial.

C. Kluchohn menghimpun dan menerbitkan kembali 164 definisi kebudayaan yang dikelompokkan menjadi enam: deskriptif, historical, normatif, psikologis, struktural dan genetic (Saifuddin, 2005: 83), Klukhohn melalui Universal Categories od Culture (1953) merumuskan 7 unsur kebudayaan yang unierasl (Koentjaraningrat, 1979: 218) yaitu:
a. Sistem teknologi, yaitu peralatan dan perlengkapan hidup menusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi transport dan sebagainya.
b. Sistem mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekomoni (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan lainnya).
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hokum dan sistem perkawinan).
d. Bahasa (lisan dan tulisan).
e. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
f. Sistem pengetahuan.
g. Religi (sistem kepercayaan) (Burhan Bungin, 2006: 53).


Setiap praktik komunikasi pada dasarnya adalah suatu representasi budaya, atau tepatnya suatu peta atas suatu relitas (budaya) yang sangat rumit. Komunikasi dan budaya adalah dua entitas tak terpisahkan, sebagaimana dikatakan Edward T. Hall, “budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Begitu kita mulai berbicara tentang komunikasi, tak terhindarkan, kita pun berbicara tentang budaya (Deddy Mulyana, 2004 :14).

Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi. Karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya yang tercipta pun mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya yang bersangkutan. Hubungan antara budaya dan komunikasi adalah timbale balik. Budaya takkan eksis tanpa komunikasi dn komunikasi pun takkan eksis tanpa budaya. Entitas yang satu takkan berubah tanpa perubahan entitas lainnya. Menurut Alfred G. Smith, budaya adalah kode yang kita pelajari bersama dan untuk itu dibutuhkan komunikasi. Komunikasi membutuhkan perkodean dan simbol-simbol yang harus dipelajari. Godwin C. Chu mengatakan bhawa setiap pola budaya dan tindakan melibatkan komunikasi. Untuk dipahami, keduanya harus dipelajari bersama-sama. Budaya takkan dapat dipahami tanpa mempelajari komunikasi, dan komunikasi hanya dapat dipahami dengan memahami budaya yang mendukungnya (Deddy Mulyana, 2004: 14).

Beberapa bidang konsep antropologi budaya yang dikaji yang sangat relavan dengan komunikasi yaitu;
1. objek simbol, umpamanya bendara melambangkan bangsa dan uang menggambarkan pekerjaan dan barang-barang dagangan (komoditi)
2. Karakteristik objek dalam kultur manusia. contoh warna unggu dipahami untuk “kerajaan”, hitam untuk “duka cita” warna kuning untuk “kekecutan hati”, putih untuk untuk “kesucian”, merah untuk “keberanian” dan sebagainya
3. Ketiga adalah gesture dimana tindakan yang memiliki makna simbolis, senyuman dan kedipan, lambaian tangan, kerutan kening, masing-masing memiliki makna tersendiri dan semuanya memiliki makna dalam konteks cultural.
4. Simbol adalah jarak yang luas dari pembicaraan dan kata-kata yang tertulis dalam meyusun bahsa. Bahasa adalah kumpulan simbol paling penting dalam kultur.

Gatewood menjawab bahwa kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusian itu sangat banyak, dan hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat. Artinya kalau komunikasi itu merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya, maka komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan komunikasi. Berdasarkan pendapat Gatewood itu kita akan berhadapan dengan pernyataan klasik tentang hubungan antara komunikasi dengan kebudayaa, apakah komunikasi dalam kebudayaan atau kebudayaan ada dalam komunikasi? ada satu jawaban netral yang disampaikan oleh Smith (1976) bahwa; “komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan”. Dalam tema atau bagian uraian tentang kebudayaan dan komunikasi, sekurangnya-kurangnya ada dua jawaban: pertama, dalam kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol komunikasi, dan kedua, hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan dan kebuadayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi (Alo Leliweri, 2004, 21).

Budaya adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari komunikasi. Masyarakat terbentuk dari nilai norma yang mengatur mereka. Manusia merupakan homostatis di mana komunikasi membentuk kebudayaan dan juga bagian dari kebuadayaan itu sendiri. Dalam kehidupan budaya masyarakat dan intekasi menyebabkan maka terjadinya proses komunikasi yang menjadi alat bantu atau guna membantu mereka dalam berinteraksi dengan baik. Bahasa yang merupakan alat komunikasi juga sangat dipengaruhi oleh proses budaya. Dengan adanya kesamaan mengenai memaknai sesuatu tersebutlah sehingga membentuk suatu kebudayaan yang lebih baik dalam interkasi. Pengaruh komunikasi yang disebabkan oleh budaya ini pulalah yang menjadikan perbedaan pemaknaan dari setiap budaya masyarakat dalam berkomunikasi. Jadi, antropologi merupakan ilmu yang lebih dahulu ada dalam memahami perkembangan interaksi manusia, kemudian antropologi ini terus berkembang sehingga mulai melihat dan mengkaji pada prose komunikasi yang tercipta. Inilah yang kemudian menjadikan antropologi menjadi salah satu landasan sehingga lahirnya ilmu komunikasi.

Komunikasi, sosial, budaya, dan perkembangan peradaban sekarang ini adalah tidak hanya sekedar unsur-unsur dan kata-kata saja tetapi merupakan konsep yang yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sehingga studi komunikasi sangat dipengaruhi oleh kajian antropologi begitu juga perkembangan antropologi yang didasarkan pada kekuatan manusia dalam menciptakan peradabannya sangat terkait oleh komunikasi.


Daftar Pustaka:

Alo Leliweri, 2003, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, LKIS, Yogyakarta.
_________, 2004, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Deddy Mulyana, 2004, Komunikasi Efektif, Suatu Pendekatan Lintasbudaya, Remaja Rosda Karya, Bandung.

1 komentar: