Oleh: Fachrur Rizha,S.Sos.I
Biografi Martin E,P Seligman
Martin E.P. Seligman, Ph.D., bekerja pada ketidakberdayaan yang dipelajari, pada depresi, optimisme dan pesimisme, dan pada psikologi positif. Saat ini ia adalah Profesor Psikologi di Departemen Psikologi di University of Pennsylvania. Ia terkenal di kalangan akademis dan klinis dan merupakan penulis laris. Bibliografinya mencakup lebih dari 20 buku dan 170 artikel pada motivasi dan kepribadian. Dia adalah penerima dua penghargaan Distinguished Kontribusi ilmiah dari American Psychological Association, Laurel Award dari Asosiasi Amerika untuk Psikologi Terapan dan Pencegahan, dan Lifetime Achievement Award dari Society for Research di psikopatologi. Ia memegang kehormatan Ph.D. dari Uppsala, Swedia dan Doctor of Humane Letters dari Massachusetts School of Professional Psychology. Dr Seligman diterima baik American Psychological Society's William James Fellow Award (untuk kontribusi ilmu dasar) dan James McKeen Cattell Fellow Award (untuk aplikasi pengetahuan psikologis).
Penelitian dan penulisan Dr Seligman secara luas telah didukung oleh sejumlah lembaga termasuk The National Institute of Mental Health (terus-menerus sejak 1969), National Institute of Aging, National Science Foundation, Yayasan Guggenheim, dan MacArthur Foundation. Penelitiannya tentang pencegahan depresi menerima MERIT Award dari Institut Nasional Kesehatan Mental pada tahun 1991. Dia adalah direktur jaringan Psikologi Positif Network dan Ilmiah Direktur Values-in-Action dari Yayasan Mayerson. Selama 14 tahun, ia adalah Direktur Program Pelatihan Clinical dari Departemen Psikologi University of Pennsylvania. Dr Seligman diangkat menjadi "Terhormat Praktisi" oleh National Academies of Practice, dan pada tahun 1995 menerima Psychological Association Pennsylvania penghargaan untuk "Terhormat Kontribusi Ilmu dan Praktek." Dia adalah presiden masa lalu Divisi Clinical Psychology dari American Psychological Association. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke lebih dari enam belas bahasa dan telah menjadi best seller baik di Amerika dan luar negeri. Karyanya telah ditampilkan di halaman depan New York Times, Time, Newsweek, US News and World Report, Reader's Digest, Redbook, Orangtua, Fortune, Family Circle, dan banyak majalah populer lainnya. Dia telah menjadi juru bicara bagi ilmu dan praktik psikologi di berbagai televisi dan radio. Dia telah menulis kolom seperti pendidikan, kekerasan, dan terapi. Ia telah memberi kuliah di seluruh dunia untuk pendidik, industri, orangtua, dan profesional kesehatan mental. Pada tahun 1996 Dr Seligman terpilih sebagai Presiden American Psychological Association, dengan suara terbesar dalam sejarah modern. Tujuan utamanya sebagai Presiden APA adalah untuk bergabung dengan latihan dan ilmu pengetahuan bersama-sama sehingga keduanya bisa berkembang, suatu tujuan yang telah mendominasi hidupnya sendiri sebagai seorang psikolog. Inisiatif utamanya menyangkut pencegahan perang dan ethnopolitical studi Psikologi Positif.
Sejak tahun 2000 misi utamanya telah menjadi promosi bidang Psikologi Positif. Disiplin ini meliputi studi tentang emosi positif, karakter positif, dan lembaga yang positif. Karena ilmu pengetahuan di balik ini menjadi lebih tegas membumi, Dr Seligman sekarang mengalihkan perhatian ke Positif pelatihan psikolog, latihan individu yang akan membuat dunia tempat yang lebih bahagia.
Gagasan Lahirnya Psikologi Positif
Gagasan gerakan psikologi positif dimulai pada saat dalam waktu beberapa bulan setelah saya telah terpilih sebagai presiden dari American Psychological Association. Itu terjadi di kebun ketika saya sedang penyiangan dengan putri umur 5 tahun, Nikki. Saya harus mengakui bahwa meskipun aku menulis buku tentang anak-anak, aku benar-benar tidak baik dengan semua mereka. Ketika saya menyiangi di kebun, saya benar-benar mencoba untuk dapat melakukannya. Namun, Nikki melemparkan rumput liar ke udara dan menari-nari. Aku berteriak padanya. Dia pergi, dan datang kembali seraya berkata,
"Ayah, aku ingin bicara denganmu."
"Ya, Nikki?"
"Ayah, kau ingat sebelum ulang tahun kelima? Sejak saat aku berusia tiga dengan waktu aku berusia lima tahun, aku adalah seorang perengek. Aku merengek setiap hari. Ketika aku berumur lima tahun, aku memutuskan untuk tidak lagi merengek. Itu adalah hal terberat yang pernah aku lakukan. Dan kalau aku bisa berhenti merengek, Ayah dapat berhenti menjadi seperti penggerutu. "
Ini bagi saya sebuah pencerahan. Saya belajar sesuatu tentang Nikki, sesuatu tentang membesarkan anak-anak, sesuatu tentang diriku sendiri, dan banyak hal tentang profesi saya. Pertama, aku menyadari bahwa membesarkan Nikki bukanlah tentang mengoreksi merengek. Nikki melakukan itu sendiri. Sebaliknya, aku menyadari bahwa membesarkan Nikki adalah tentang mengambil keahlian luar biasa yang kusebut itu "melihat ke dalam jiwa". Membesarkan anak-anak, saya menyadari, lebih daripada memperbaiki apa yang salah dengan mereka. Ini adalah tentang mengidentifikasi dan memelihara kualitas terkuat mereka, apa yang mereka sendiri dan terbaik, dan membantu mereka menemukan bentuk di mana mereka dapat menjalani kualitas positif terbaik ini.
Mengenai kehidupan saya sendiri, Nikki memukul paku tepat di kepala. Aku adalah seorang penggerutu. Aku telah menghabiskan 50 tahun kebanyakan cuaca basah bertahan di dalam jiwaku, dan terakhir 10 tahun menjadi awan nimbus dalam rumah tangga sinar matahari. Pada saat itu, aku memutuskan untuk berubah. Namun implikasi luas Nikki's memberi pelajaran tentang ilmu dan praktik psikologi.
Begitu banyak orang yang hanya berkutat dengan masalah, maka tidak heran jika banyak orang tua yang juga memfokuskan dirinya untuk mengatasi berbagai “masalah” yang ada pada bayi mereka, seperti kemarahan, rasa frustasi, kekerasan, tangisan, rajukan, sifat mudah marah, dan sifat keras kepala. Bayi dianggap hanya sebagai makhluk pembawa masalah. Jadi jangan heran, salah satu tabiat manusia modern adalah tidak ingin memiliki anak, karena dianggap sebagai pembawa masalah baru.
Itulah sebabnya, Martin Seligman kemudian memoloporkan aliran baru dalam dunia psikologi, dan menyebutnya sebagai psikologi positif. Menurut Seligman, “Psikologi bukan hanya studi tentang kelemahan dan kerusakan; psikologi juga adalah studi tentang kekuatan dan kebajikan. Pengobatan bukan hanya memperbaiki yang rusak; pengobatan juga berarti mengembangkan apa yang terbaik yang ada dalam diri kita.” Misi Seligman ialah mengubah paradigma psikologi, dari psikologi patogenis – yang hanya berkutat pada kekurangan manusia – ke psikologi positif, yang berfokus pada kelebihan manusia, dari perhatian yang berlebihan pada penyakit ke konsentrasi pada kesehatan.
Kisah nyata berikut ini akan menggambarkan dengan sangat menarik apa yang dimaksud dengan psikologi positif, yang dituturkan oleh Dr. Dan Baker:
Aku membuka pintu. Dan hidupku berubah untuk selama-lamanya. Dor! Dor! Dor! Tembakan senapan! Memang begitu terdengarnya dan aku segera menunduk. Dor! Getarannya tepat menembusku.
Namun, di sebuah sudut ada gadis muda bernama Kate. Bukan senapan yang membuat ledakan keras itu, melainkan kepalanya sendiri, yang ditutupi helm, ketika ia membenturkannya pada tembok yang keras.
Beberapa saat sebelumnya – dahulu pada 1973 – aku berjalan menyusuri lorong-lorong Nebraska Psychiatric Institute sebagai dokter psikologi yang baru masuk, yang sangat percaya diri bahwa aku dapat menyembuhkan setiap penyakit mental berdasarkan buku teks yang aku ingat.
Tetapi, Kate! Ya Tuhan – ia sama sekali tidak mirip dengan kasus apapun yang sudah aku pelajari.
Karena terhenyak atas kekerasan yang ia lakukan terhadap dirinya, aku berpaling kepada perawat yang membawaku kesini. “Adakah orang yang akan membantu dia?” aku bertanya.
“Ya segera.”
“Siapa?”
“Kamu.”
“Bagaimana?”
“Jangan tanya aku,” ia berkata dengan nada kelelahan. “Kate yang malang sudah tidak punya harapan lagi. Tidak mungkin.”
Aku betul-betul ketakutan. Pintu ditutup. Dor! Dor! Dor! Aku baru saja memperoleh sambutan hangat dari dunia psikologi yang sinis.
Hal pertama yang aku sadari adalah tidak ada satu pun yang aku pelajari dalam lingkungan akademis dapat membantu Kate. Sekiranya pendekatan konvensional mampu membantunya, pastilah ia sudah tertolong. Kate sebelumnya telah dirawat oleh beberapa tim dokter yang terkenal, dengan hampir 25 pendekatan yang berbeda. Ia telah disemprot dengan amonia ketika membenturkan kepalanya dan seorang dokter ingin mengejutkan dengan alat yang menyerupai penjepit binatang. Mereka telah bicara dengan Kate tentang benturan kepalanya. Tetapi, semuanya tidak berjalan lancar karena ia terhambat dalam perkembangan kepribadiannya, dengan IQ yang sangat rendah. Mereka mencoba membujuknya dengan gula-gula agar tidak melakukannya. Tidak berhasil. Salah seorang dokter berteori bahwa pembenturan kepalanya itu adalah gejala epilepsi yang aneh. Tetapi obat antikejang tidak membantunya sama sekali. Juga obat penenang yang paling keras sekalipun.
Ia tidak autistik. Ia bukan juga skizofrenik. Ia tidak menunjukkan gejala-gejala psikosis.
Salah seorang ahli Freud berkata bahwa Kate membenturkan kepalanya untuk menyembunyikan derita psike yang dipenuhi konflik. Tapi cobalah Anda terka sendiri seberapa efektif dugaannya itu.
Akhirnya, dokter itu sampai juga dengan apa yang disebut diagnosis ganda: anxiety disorder yang ditandai dengan kecenderungan kompulsif, plus kegagalan perkembangan. Jelas tidak membantu Kate, tetapi membuat dokter merasa lebih baik.
Dor! Dor! Irama benturan itu sangat mencekam dan menakutkan, seperti lecutan cambuk pada punggung orang. Jika kita melihat orang menyiksa dirinya, naluri kita mendorong kita untuk menarik diri dengan kesal. Itulah apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang di lembaga itu, meninggalkan Kate dalam kesepian pengucilannya. Tapi, aku tidak bisa hanya mengisi lembar diagnosis dan terus pergi. Itu bukan kebiasaanku.
Dor! Dor! Dan setelah itu … sepi. Kesunyian itu terasa manis, seperti sebuah oase. Aku mengambil kesempatan untuk menatap mata Kate. Ia memandang balik, tanpa emosi, tanpa perasaan, matanya kosong. Aku hanya melihat di matanya cerminan diriku sendiri.
“Di mana kamu, Kate?” aku bertanya dengan lembut. “Kamukah di situ?”
Kate memang ada, pikirku. Tetapi di mana?
Inilah yang aku ketahui sekarang: Kate berada di tempat yang sama ketika orang kehilangan perasaan untuk memilih arah hidupnya – terjebak dalam depresi dan perasaan tak berdaya, tanpa kesadaran diri.
Tampaknya ia tidak lagi mengapresiasikan kehidupan – dan itu dapat dipahami dalam kondisi – dan ia terpenjara pada fungsi otaknya yang mengendalikan ketakutan. Otak reptilnya berkuasa.
Dan sekarang ada keheningan. Sudah beberapa menit.
Tiba-tiba terpikir dalam benakku – sebuah konsep yang sebetulnya begitu jelas sehingga hampir-hampir tidak kelihatan: ia mampu menghentikan benturan kepalanya.
Ia punya kekuatan untuk menghentikan penghancuran diri. Ia hanya tidak menyadarinya. Semua orang pun tampaknya tidak. Pada saat itu, aku sadar bahwa penyembuhan bergantung kepadanya, bukan kepadaku. Satu-satunya tugasku ialah membawanya untuk melihat bahwa ia punya kekuatan itu dan punya pilihan.
Aku ambil tangannya. Memegangnya dengan lembut. Setelah beberapa saat, perlahan-lahan seperti mesin, ia berpaling kepadaku. Ia mengangkat matanya.
Kata orang, mata adalah jendela jiwa. Untuk beberapa detik, perkataan itu benar. Itulah dia! Tidak beda. Sendirian dan tanpa daya, tanpa kekuatan, tanpa pertolongan, tidak bahagia.
Aku tidak tahu, sudah berapa lama tidak ada orang yang memegang tangannya. Aku duduk di situ dengan perasaan tidak berdaya juga. Seharusnya aku berada di situ sebagai psikolog baru yang masih segar – Dr. Freud muda – tapi aku merasa tidak lebih dari sekadar Dr. Penggandeng muda.
Aku tahu, berdasarkan atas apa yang aku lihat, tidak ada ganjaran ataupun hukuman yang dapat menghentikannya. Satu-satunya cara untuk menghentikan Kate adalah membuatnya punya kemampuan untuk memilih. Tetapi, bagaimana caranya membuat seseorang memilih? Kalau Anda yang membuatnya, itu bukan pilihan.
Pilihan adalah suara hati. Kejujuran dalam tindakan. Oleh karena itulah, pilihan sangatlah perkasa.
Walaupun dalam keadaan bingung, aku berhasil melihat jelas: ketika aku memegang tangan Kate, ia tampak merasa lebih baik. Ia kelihatan lebih tenang dan pandangan matanya yang kesepian perlahan-lahan melembut. Aku telah memperoleh satu pelajaran. Pengucilan karena takut dapat diatasi – sering kali lebih cepat, tanpa psikoterapi bertahun-tahun. Jika ini terjadi, kemungkinan mulai terbentuk, bahkan untuk orang-orang yang kondisinya tampak seperti tidak punya kemungkinan sama sekali.
Sampai di sini, aku tidak berusaha memasukkan kebahagiaan dalam hidup Kate. Terlalu muluk untuk diharapkan. Aku hanya ingin memasukkan kehidupan dalam hidup Kate. Pada siang hari yang sama, aku menceritakan Kate kepada kepala unit pediatrik dan aku ingat ia berkata, “Ooh, yang itu. Pilihannya sangat terbatas.” Aku tidak mengacuhkannya. Di tempat asalku – daerah perbatasan Midwest, pada era peluang yang tak terbatas pada 1960-an – semua orang punya kemungkinan, juga orang seperti Kate.
Kemungikinan, aku masih yakin, selalu ada pada kita semua, bahkan pada orang-orang yang paling sedikit memilikinya – bahkan pada sebagian di antara kita (dan itu mungkin termasuk Anda) yang terpuruk dalam sebuah sudut sempit.
Kemungkinan, bukan saja selalu ada, tetapi juga tidak dapat dilepaskan. Kemungkinan diperlukan untuk kehidupan jiwa sebagaimana oksigen diperlukan untuk kehidupan raga …
Walaupun kemungkinan selalu ada, kita mungkin tidak melihatnya, karena kita dibutakan oleh ketakutan. Ketakutan biasanya dimulai ketika kita terlalu sering gagal atau ketika kita dihambat berkali-kali oleh orang-orang di sekitar kita. Jika ini terjadi, kemampuan kita menyelesaikan persoalan berkurang sangat banyak. Pada tingkat yang paling buruk, yang ada hanyalah melawan, melarikan diri, dan mematung. Kita hanya reaktif dan tidak proaktif. Problem menjadi penjara …
Pada saat berikutnya aku mengunjungi Kate, yang pertama aku lakukan adalah mengulurkan tanganku kepadanya dan menjalin hubungan. Ketika Kate sudah mulai tenang, benturan kepalanya berkurang dan akhirnya berhenti. Segera setelah itu, aku berkata kepadanya dengan lembut, “Kate, marilah kita lupakan pembenturan kepalamu itu. Mari kita pusatkan perhatian pada apa yang kamu lakukan ketika kamu tidak membenturkan kepalamu.”
Setelah itu, aku ingin menyebutnya Prinsip 60 Menit: memusatkan perhatian pada beberapa menit dalam setiap jam ketika seseorang berfungsi dengan baik, dan tidak lagi memusatkan perhatian pada kegagalannya. Tujuannya ialah memperpanjang menit-menit yang baik itu sampai mencakup satu jam. Tentu saja waktu itu aku tidak berusaha menciptakan pendekatan baru. Aku hanya bekerja berdasarkan apa yang aku ketahui.
Ketika aku melihat ruangan steril di sekitar kami – kurungan yang dibangun dengan penuh iba – aku merasa terdorong untuk keluar. Aku pikir, pastilah Kate juga ingin keluar. Aku membuka pintu dan kami berjalan melewati lorong-lorong rumah sakit. Aku mengawalnya ke arah tengah untuk menghalanginya agar tidak membentur tembok di sekitarnya. Walaupun begitu, ia tetap juga membenturkan kepalanya ke dadaku. Buk! Buk! Buk!
Aku membuka pintu depan rumah sakit yang besar. Tiba-tiba kami diselimuti pagi musim semi yang lembut, hijau, dan kuning, dengan pepohonan dan cahaya mentari. Udara hangat menyentuh kami, Kate pun terpana. Aku merasakan tangannya menegang dan setelah itu mengendur. Entah berapa lama ia tidak melihat dunia luar.
Kepalanya seperti mendongak di atas bahunya. Dalam beberapa menit kemudian matanya tidak lagi melihat ke dalam, tetapi menerobos ke dunia indah yang kami huni. Dengan aroma bunga yang memenuhi udara, Kate tampaknya untuk beberapa saat dipenuhi dengan kekaguman pada dunia. Seekor kupu-kupu terbang melintas dan Kate mengawasinya dengan matanya ketika kupu-kupu itu hinggap di atas bunga di samping kami. Ia tampak terpesona dan tidak sedikit pun gerakan untuk membenturkan kepalanya. Aku ingin Kate mengembalikan hidupnya lagi yang sudah dicuri oleh orang-orang yang bermaksud baik. Tujuanku ialah untuk membangkitkan penghargaan dia kepada dunia di sekitarnya, mendorongnya untuk mulai membuat pilihan, sehingga ia merasa sebagai seorang manusia dan bukan hanya sebuah kasus.
Dr. Baker kemudian memberikan latihan agar Kate mampu memilih tindakan di antara berbagai pilihan. Makin banyak pilihan yang telah dilakukannya, makin sedikit ia membenturkan kepalanya. Kesadarannya mulai timbul. Singkat cerita, Kate menjalani kehidupan yang normal, punya banyak kawan, dan punya penghasilan yang cukup. Pada suatu hari, ketika Dr. Baker mengunjunginya, ia berada di tengah-tengah pesta.
Di tengah orang banyak itu, aku pikir ia tidak akan mengenalku. Tetapi, ia menemukanku. Berlari kencang. Memelukku erat-erat. Tidak mau melepaskanku. Itulah bayaran terbaik yang pernah aku dapat, pelukan itu. Kebahagiaan yang datang dari pelukan itu berlangsung lama. Peristiwa ini membuatku meyakini untuk selama-lamanya kebenaran universal: Setiap orang mempunyai kemungkinan. Setiap orang. Dan memilih di antara berbagai kemungkinan itu adalah anugerah eksistensial kita sebagai manusia.
Inti Pembahasan Psikologi Positif
Bidang psikologi positif pada tingkat subjektif tentang pengalaman subjektif positif: kesejahteraan dan kepuasan (masa lalu); aliran, kebahagiaan, kesenangan sensual, dan kebahagiaan (sekarang); dan konstruktif kognisi tentang masa depan-optimisme, harapan, dan keyakinan. Pada tingkat individu ini adalah tentang ciri-ciri pribadi positif-kemampuan untuk cinta dan panggilan, keberanian, interpersonal skill, kepekaan estetika, ketekunan, pengampunan, orisinalitas, pikiran masa depan bakat tinggi, dan kebijaksanaan. Pada tingkat grup ini adalah tentang keutamaan sipil dan lembaga-lembaga yang bergerak ke arah yang lebih baik individu kewarganegaraan: tanggung jawab, pemeliharaan, altruisme, kesopanan, moderasi, toleransi, dan etika kerja.
Psikologi positif adalah studi ilmiah tentang kekuatan dan kebajikan yang memungkinkan individu-individu dan komunitas untuk berkembang. Pusat psikologi positif mempromosikan riset, pelatihan, pendidikan, dan penyebarluasan Psikologi positif. Bidang ini didasarkan pada keyakinan bahwa memimpin orang-orang ingin hidup yang bermakna dan memuaskan, untuk menanam apa yang terbaik dalam diri mereka sendiri, dan untuk meningkatkan pengalaman mereka tentang cinta, bekerja, dan bermain.
Psikologi positif memiliki tiga pusat perhatian: emosi positif, positif sifat-sifat individu, dan lembaga yang positif. emosi positif memerlukan studi kepuasan dengan masa lalu, kebahagiaan di masa kini, dan harapan untuk masa depan. Memahami sifat-sifat individu positif terdiri dari studi tentang kekuatan dan kebajikan, seperti cinta dan kapasitas untuk bekerja, keberanian, belas kasih, ketahanan, kreativitas, keingintahuan, integritas, pengetahuan diri, moderasi, pengendalian diri, dan kebijaksanaan. Memahami lembaga positif memerlukan studi mengenai kekuatan yang mendorong masyarakat lebih baik, seperti keadilan, tanggung jawab, kesopanan, pengasuhan, pemeliharaan, etos kerja, kepemimpinan, kerja tim, tujuan, dan toleransi.
Psikologi positif ingin memberikan pandangan tentang manusia dari sisi lain. Jika psikologi patogenis memusatkan perhatian pada penderitaan, Psikologi Positif berkepentingan dengan kebahagiaan. Jika psikologi selama ini hanya berkutat dengan sifat-sifat buruk manusia, Psikologi positif ingin menampilkan sifat-sifat indah dari manusia. Manusia bukan hanya makluk rakus, homo avarus, yang mementingkan diri sendiri, tetapi juga juga makluk yang tidak bisa hidup normal tanpa mencintai dan dicintai. Di balik awan kelabau kehidupan manusia betapapun gelapnya – selalu tersisa garis-garis gerak. Tugas psikologi positif adalah mempertegas garis-garis perak itu.
Kalimat itu mengubah cara pandang seseorang tentang kehidupan, atau anda menyaksikan pemandangan yang sangat menyentuh. Ilmuwan sosial menyebutnya epifani, adalah peristiwa istimewa dalam kehidupan seseorang yang menjadi titik balik dalam kehidupannya. Pengaruhnya berbeda-beda, bisa negatif atau positif, bergantung pada apakah epifaninya besar atau kecil” (Denzim, 1989). Jika psikologi patogenis sibuk mempelajari kelemahan dan kerentanan kita dan berusaha memperbaikinya, psikologi salutogenis memusatkan perhatian pada kelebihan dan kekuatan kita. Alih-alih berusaha memperbaiki apa yang rusak dalam diri kita, psikologi salutogenis mencoba untuk membangun untuk membangun hidup kita di atas apa yang terbaik dalam diri kita. Salute berarti menghormati, mengagumi, menghargai, dan mengakui. Salute berasal dari salus, salut, yang berarti kesehatan, kesejahteraan dan salam penghormatan. Psikologi salutogenis mengindentifikasi kekuatan dalam diri kita untuk mencapai kesehatan dan kebahagiaan. Bukan hanya lepas dari penyakit, tetapi juga hidup bahagia. Bukan hanya living, tetapi triving.
Pesan Psikologi positif ialah mengingatkan bahwa bidang psikologi hanya setengah masak. Kita telah memperoleh banyak kemajuan dalam studi penyakit mental dan perbaikan kerusakan. Tetapi, kita sedikit sekali mengalami kemajuan dalam kajian-kajian lainnya. Psikologi bukan hanya studi tentang penyakit, kelemahan, dan kerusakan. Psikologi juga adalah studi tentang kebahagiaan, kekuatan, dan kebajikan.
Tiga tonggak psikologi positif:
(1) Studi tentang emosi positif
(2) Studi tentang sifat-sifat positif
(3) Studi tentang lembaga-lembaga positif yang mendukung kebajikan.
Tiga Kriteria agar suatu watak dapat disebut kekuatan
1. Dihargai di hampir semua budaya
2. Dihargai karena hakikatnya sendiri, bukan sekedar sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain.
3. Dapat diasah.
Terdapat konvergensi lintas millennium dan lintas budaya yang menajubkan dalam hal kebajikan dan kekuatan ini. Confucius, Aristoteles, Aquinas, kode etik Bushido para samurai, Bhagavad-Gita, dan tradisi luhur lainnya tidak sama dalam detail, tetapi kesemuanya memasukan 6 Kebajikan inti :
1. Kearifan dan pengetahuan
2. Keberanian
3. Kasih saying dan kemanusiaan
4. Keadilan
5. Pengendalian diri
6. Spiritualitas dan Transendensi.
Semua emosi memiliki unsur perasaan, unsur indriawi, unsur pemikiran, dan unsur tindakan. Unsur perasaan dari semua emosi negativf adalah ketidaksukaan, muak, takut, jijik, benci, dan semacamnya. Seperti halnya penglihatan, pendegaran, dan penciuman, perasaan-perasaan ini menerobos masuk ke dalam kesadaran dan mendepak hal apa pun yang sedang berlangsung. Bertindak bagai alam indrawi yang memperingatkan kita bahwa sebuah permaian menang-kalah sedang mengancam, perasaan negatif menggerakan keseluruhan diri orang yang bersangkutan untuk menemukan apa yang salah dan menyingkirkannya. Tipe pemikiran yang niscaya dihasilkan oleh emosi tersebut bersifat terpusat dan tidak toleran, membuat perhatian kita hanya tertuju pada senjata si penyerang, bukan hal-hal lain pada dirinya.
Barbara fredricson, professor madya di Universitas Michigan, untuk meyakinkan saya bahwa emosi positif memiliki tujuan lebih mendalam, jauh melebihi sekedar membuat kita memiliki tujuan lebih mendalam, jauh melebihi sekadar membuat kita memiliki perasaan-perasaan yang menyenagkan. Fredrickson menyatakan bahwa emosi positif memiliki tujuan mulia dalam evolusi. Emosi ini memperluas sumber-sumber intelektual , fisik, dan sosial yang kita miliki. Emosi ini juga membangun cadangan yang bisa kita manfaatkan saat dating ancaman atau kesempatan. Ketika kita berada dalam suasana hati positif, orang-orang lebih menyukai kita, dan pertemanan, cinta, serta persekutuan lebih mungkin terjalin. Bertolak belakang dengan ketika kita terpenjara dalam emosi negatif, pada suasana hati positif, keadaan mental kita bersifat ekspansif, toleran, dan kreatif. Kita terbuka dengan gagasan dan pengalaman baru.
Lisa Aspinal (seorang Profesor Universitas Utah) mengunmpulkan bukti kuat bahwa dalam mengambil keputusan penting, dalam kehidupan nyata. Mereka yang bahagia bisa lebih pintar daripada mereka yang tidak bahagia.
Orang tua dapat berpegangan paad tiga prinsip pengasuhan anak dalam Psikologi Posoitif :
1. Emosi positif akan memperluas dan membangun sumber daya intelektual, sosial, dan fisik yang diperlukan anak ANda kela di masa depan.
2. Peningkatan emosi positif pada anak Anda dapat memulai efek spiral menanjak dari emosi positif.
3. Watak positif, sebagaimana watak negative, yang ditujukan anak adalah nyata dan auntentik.
Tugas paling menyengkan orang tua adalah membangun emosi dan sifat-sifat positif pada anak, bukan sekedar mengurangi emosi negative dan menghapuskan sifat-sifat negatifnya. Anda dapat dengan jelas melihat senyum bayi tiga bulan, tetapi anda tidak dapat mengetahui apakah ia baik hati atau bijaksana pada usia itu. Boleh jadi emosi positif muncul sebelum timbulnya kemampuan dan kebaikan, dan dari bahan baku inilah akan berkembang kekuatan dan kebajikan.
Sebagai makhluk fisik, kita membutuhkan kebutuhan fisik minimum agar dapat hidup. Kita baru bisa bahagia apabila dapat memenuhi kebutuhan primer kita, seperti pangan, sandang, dan papan. Kita tidak perlu menjadi kaya untuk bahagia. Kita tidak perlu berkecukupan, tidak perlu punya tabungan dan simpanan apapun. Untuk bisa bahagia, kita harus punya makanan yang dapat kita makan, pakaian yang dapat kita pakai, dan tempat bernaung yang sederhana. Inilah yang saya maksud dengan pemilikan materi yang meninimal untuk dapat melanjutkan hidup.
Menurut Seligman dalam Authentic Happines. daya beli dan kepuasan hidup rata-rata di suatu Negara berbanding lurus. Akan tetapi, begitu GNP melebihi 8.000 dolar per jiwa, korelasi ini sirna dan penambahan kekayaan tidak meningkatkan kepuasan hidup. Jadi, orang Swiss yang kaya lebih berbahagia daripada orang Bulgaria yang miskin, tetapi susah untuk membandingkan orang Irlandia, Italia, Norwegia, atau Amerika.
Yang menarik adalah di Jepang. Walaupun daya beli orang Jepang mencapai skor 87, tingkat kepuasan hidupnya hanyalah 6,53 (dari skala 1-0). Coba bandingkan dengan India (skor daya beli : 5, tetapi tingkat kepuasan hidupnya 6,70, Nigeria (skor daya beli : 6, tingkat kepuasan hidup 6,59), atau Cina (skor daya beli hanya 9, tetapi tingkat kepuasan hidupnya 7,29). Ini menunjukan kepada kita bahwa uang tidak lantas bisa membeli kebahagiaan.
Menurut Seligman, di Negara-negara yang sangat miskin, tempat kemiskinan bisa mengancam nyawa, menjadi kaya bisa berarti lebih bahagia. Namun, ketika garis kemiskinan telah terlampaui, tingkat ekonomi tidaklah lagi memainkan peran dalam menentukan kebahagiaan kita. Ini berarti, kita dapat hidup lebih bahagia daripada para konglomerat. Jumlah kekayaan ketika kebutuhan minimal telah terpenuhi bukanlah lagi sebuah faktor yang menentukan tingkat kebahagiaan kita.
Dalai Lama, “Makin tinggi tingkat ketenanagn pikiran kita, makin besar kedamaian yang kita rasakan, makin besar kemampuan kita menikmati hidup yang bahagia dan menyenangkan.”
Dalam Buku The Hearts Speaks, karangan Mimi Guarneri, M.D., F.A.C.C halaman 129,130-131, yang diterbitkan Serambi. dijelaskan, obat dan terapi kognitif tidak selalu menjadi pendekatan satu-satunya atau bahkan yang terbaik dalam mengobati seorang pasien. Kenyataannya, sebuah pengujian acak yang besar menunjukan bahwa penggunaan terapi dengan menggunakan obat-obatan dan terapi perilaku kognitif untuk merawat depresi yang diderita oleh para pasien jantung tidak mampu meningkatkan kelangsungan hidup kelompok yang menderita depresi itu. Bukan hanya masalah penyumbatan arteri dan rusaknya otot saja yang mempengaruhi kemampuan pasien penyakit jantung yang depresi untuk selamat dan sembuh. Sisi kehalusan jantung pun sama pentingnya. Dan, semakin banyaklah poenelitian yang menyimpulkan bahwa harapan dan kenyataan pasien dapat mempengaruhi prognosis mereka secara mencolok.
Tentang Psikologi positif, sebuah bidang ilmu yang bertujuan untuk mengubah fokus dari apa yang menyebabkan pikiran gembira, berpendapat bahwa mereka yang optimis lebih baik dari mereka yang pesimis. Pada penyakit jantung, penelitian menunjukkan bahwa optimis dikaitkan dengan resiko kematian yang lebih rendah. Dalam sebuah studi, pasien yang menganggap dirinya sangat optimis memiliki risiko kematian kardioovaskular yang lebih kecil daripada mereka yang memiliki kadar pesimisme yang lebih tinggi. Peneilitian dari Harvard School of Public Health membuktikan bahwa optimisme menurunkan resiko penyakit jantung pada pria dewasa, sementara pesimisme dan keputusasaan meningkatkan risiko penyakit ini. Dan, para peneliti dari universitas Pittsburgh melaporkan bahwa wanita yang memiliki pandangan yang optimis menunjukan penabalan arteri carotid yang lebih kecil.
Namun, menjadi orang yang memiliki pandangan yang optimis bukanlah perkara mudah. Ini memerlukan usaha yang tidak sedikit. Salah satu cara untuk memupuknya adalah dengan mengamalkan rasa bersyukur.
Prinsip lain dalam psikologi positif adalah bahwa mereka yang bersyukur atas nikmat yang mereka peroleh dan berterimaksih atas keberuntungan yang mereka miliki, dan bukannya tenggelam dalam kemalangan yang mereka derita, umumnya lebih sehat dan lebih gembira. Bukan kebahagiaan yang membuat mereka bersyukur, tetapi ras bersyukur yang membantu mereka menciptakan kebahagiaan.
Rasa bersyukur sejak lama telah dianggap sebagai sikap yang baik dan penting untuk kesehatan dan kebahagiaan. Penelitian sekarang menyimpulkan bahwa bersyukur juga memungkinkan orang menghadapi stress dengan lebih baik dan memuat mereka lebih optimis, sehingga tampaknya mendorong fungsi kekbalan tubuh mereka.
“Kalau Anda menginginkan strategi untuk meningkatkan kebahagiaan, ada banyak hal di luar sana yang dapat membantu. Anda bisa minum obat-obatan, tetapi rasa bersyukur adalah obat yang tak memiliki efek samping,” demikian kata Roberts Emmons, dosen Psikologi dari Uniersitas California di Davis dan ikut ambil bagian dalam penelitian tentang rasa bersyukur yang paling banyak menarik perhatian itu.
Ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa membuat catatan yang berisi tentang rasa syukur, yaitu daftar hal-hal yang disyukuri, bahkan jika kekecewaan pun ikut dimasukan-membantu menjaga agar hal-hal positif berada dalam pikiran.
Menulis kalimat Saya bersyukur atas…..lalu mencatat respons Anda seteperinci mngkin, dapat memberikan perasaan nyaman dan bahagia selain membantu munculnya pikiran positif dan pada akhirnya kesehatan.
Dan terakhir, memberi maaf.
Norman Vincent Peale menulis buku klasik self-help yang menggebrak The Power of Positive Thinking pada tahun 1952, memperkenalkan kita kepada berbagai konsep penting tentang pengaruh yang dimiliki pikiran kita terhadap pengalaman kita, emosi kita, dan kepuasan kehidupan kita secara keseluruhan. Sejak lima puluh lima tahgun yang lalu, banyak guru, pengarang, dan bahkan ilmuwan mengembangkan lebih jauh konsep berpikir positif yang sederhana ini.
Memantau pikiran kita dan menjaganya agar tetap positif sepanjang waktu tidaklah mudah dilakukan, karena tampaknya ia datang dan pergi dengan cepat dan acak. Tetapi, menurut Martin Seligan, penemu dan perintis psikologi positif dan pengarang salah satu buku yang disarankan V-Sak untuk dibaca, Learned Opyimism, banyak hal yang dapat kita lakukan bukan hanya untuk memantau pikiran kita, tetapi juga lebih sfesifik lagi untuk menjadi lebih positif dan optimis dalam pikiran dan pandangan kita. Bidang psikologi positif telah memperoleh perhatian dan pengakuan yang besar sejak sepuluh sampai lima belas tahun yang lalu. Psikologi positif melihat apa yang “benar” pada orang ketimbang apa yang “salah” pada mereka.
Seligman member definisi optimisme sebagai “bereaksi terhadap kehidupan dari sudut pandang kekuatan diri” dan pesimisme sebagai bereaksi terhadap kehidupan dari sudut pandang ketidakberdayaan diri”. Psikologi optimism berada dalam bidang ilmu kognitif. Ia bukan sihir. Menurut Seligman, opimisme dapat dipraktikan dan dipelajari, bahkan oleh mereka yang tidak pernah menganggap diri mereka optimis sebelumnya.
Berpikir positif merupakan suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada hal-hal yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi. Setiap pemikir positif akan melihat setiap kesulitan dengan cara yang gamblang dan polos serta tidak mudah terpengaruh sehingga menjadi putus asa oleh berbagai tantangan ataupun hambatan ynag dihadapi. Individu yang berpikir positif selalu didasarkan fakta bahwa setiap masalah pasti ada pemecahan dan suatu pemecahan yang tepat selalu melalui proses intelektual yang sehat (Peale, 996).
Sinclair (dalam Eysenck, 1990) menyatakan bahwa individu-individu yang mempunyai pikiran positif cenderung melihat hal yang positif secara lebih baik. Bagi individu yang menggunakan pola pikir positif, maka akan timbul keyakinan bahwa setiap masalah akan ada jalan pemecahannya. Pola pikir positif adalah cara berpikir yang optimis terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Individu yang biasa berpikir positif tidak mudah menyalahkan diri sendiri ataupun lingkungan apabila terjadi kesalahan. Kecenderungan berpikir individu baik positif maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya (Goodhart, 1985).
Membentuk sikap positif terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan akan membuat seseorang melihat keadaan tersebut secara rasional, tidak mudah putus asa ataupun menghindar dari keadaan tersebut, tetapi justru akan mencari jalan keluarnya (Peale, 1996). Menurut Albrecht (1980) berpikir positif berkaitan dengan perhatian positif (positive attention) dan juga perkataan yang positif (positive verbalization). Perhatian positif berarti pemusatan perhatian pada hal-hal dan pengalaman-pengalaman yang positif, sedangkan perkataan yang positif adalah penggunaan kata-kata ataupun kalimat-kalimat yang positif untuk mengekspresikan isi pikirannya, hal ini pada akhirnya akan menghasilkan kesan yang positif pada pikiran dan perasaan.
Aspek-aspek Berpikir Positif.
Albrecht (1980) menyatakan bahwa dalam berpikir positif tercakup aspek- aspek sebagai berikut:
1. Harapan yang positif (positive expectation). Yaitu melakukan sesuatu dengan lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan, optimisme, pemecahan masalah dan menjauhkan diri dari perasaan takut akan kegagalan.
2. Affirmasi diri (Self affirmative). Yaitu memusatkan perhatian pada kekuatan diri, melihat diri secara positif. Dalam hal ini individu menggantikan kritik pada diri sendiri dengan memfokuskan pada kekuatan diri sendiri.
3. Pernyataan yang tidak menilai (non judgement talking). Yaitu suatu pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan daripada menilai keadaan. Pernyataan ataupun penilaian ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan atau penilaian yang negatif. Aspek ini akan sangat berperan dalam menghadapi keadaan yang cenderung negatif.
4. Penyesuaian diri yang realistik (realistic adaptation). Yaitu mengakui kenyataan dan segera berusaha menyesuaikan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri.
Individu yang berpikir positif adalah individu yang mempunyai harapan dan cita-cita yang positif, memahami dan dapat memanfaatkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan menilai positif segala permasalahan. Albrecht (1980) berpendapat bahwa individu yang berpikir positif akan mengarahkan pikiran-pikirannya ke hal-hal yang positif, akan berbicara tentang kesuksean daripada kegagalan, cinta kasih daripada kebencian, kebahagiaan daripada kesedihan, keyakinan daripada ketakutan, kepuasan daripada kekecewaan sehingga individu akan bersikap positif dalam menghadapi permasalahan. Menurut Peale (1996) dengan berpikir positif, individu dapat menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil disekitarnya.
Efek Berpikir Positif
Berikut ini akan dikemukan efek berpikir positif bagi seseorang berdasarkan pendapat dan penelitian ilmiah yang telah dilakukan. Peneliltian Goodhart (1985) terhadap 173 mahasiswa menemukan bahwa berpikir positif mempunyai hubungan yang signifikan dengan kondisi psikologis yang positif, tetapi tidak berhubungan dengan adanya afek negatif dan simtom psikologis. Orang yang berpikir positif tinggi menunjukkan tingkat kondisi psikologis yang lebih positif, antara lain dilihat dari afek, harga diri, kepuasan umum dan kepuasan yang bersifat khusus.
Berkaitan dengan stres, berpikir positif dianggap sebagai metode yang cukup baik untuk mengatasinya. Peale dan Taylor (dalam Goodhart, 1985) membuktikan bahwa berpikir positif merupakan strategi yang baik dalam mengahadapi stres. Chaerani (1995) juga menemukan hasil yang sama. Penelitiannya terhadap 120 remaja di SMA 1 Cirebon melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara berpikir positif dan harga diri dengan daya tahan menghadapi stres. Analisis data menunjukkan sumbangan berpikir positif terhadap daya tahan mengahadapi stres sebesar 15 %. Penelitian terhadap pria eksekutif menemukan bahwa eksekutif yang memandang stressor sebagai tantangan, sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang mempunyai kesehatan fisik yang lebih baik daripada eksekutif yang memandang stressor sebagai ancaman (Goodhart,1985).
Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa berpikir positif mempunyai pengaruh yang positif terhadap kondisi psikologis, daya tahan terhadap stres, kesehatan fisik dan merupakan metode yang baik untuk menghadapi stres.
Berpikir positif dalam menghadapi situasi yang sedang terjadi akan menolong seseorang untuk menghadapinya secara efektif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penciptaan lingkungan yang dirasakan mengenakkan secara psikis atau dengan memungkinkan seseorang untuk mampu melihat dan menggunakan sumber-sumber eksternal (Folkman dalam Goodhart, 1985). Cridder, dkk., (1983) mengatakan bahwa dengan memusatkan perhatian pada aspek yang positif dari suatu keadaan atau situasi yang sedang dihadapi akan membantu individu untuk mengahadapi situasi yang mengancam atau menimbulkan stres sehingga dia mampu mereaksi segala peristiwa yang terjadi secara positif.
Penelitian juga menemukan adanya efek yang negatif dari berpikir positif dalam situasi tertentu. Berpikir positif kurang tepat bila diterapkan pada situasi yang menuntut untuk berprestasi karena individu yang berpikir positif menunjukkan prestasi yang kurang baik dibandingkan dengan yang berpikir negatif. Hal ini disebabkan karena individu yang bepikir negatif cenderung berusaha keras dan memiliki motivasi yang kuat untuk menghindari hasil yang buruk. Sebaliknya individu yang berpikir negatif menjadi kurang termotivasi untuk berusaha keras karena tingkat kekecewaan mereka rendah. Berpikir positif juga menyebabkan seseorang menjadi kurang kritis dan kurang peduli terhadap kekurangan mereka sehingga prestasi tidak tercapai (Goodhart, 1985). Hal ini menunjukkan bahwa apabila berpikir positif dihubungkan dengan kemampuan seseorang, maka akan menimbulkan akibat yang negatif, karena ketika berhadapan dengan tugas tertentu yang memerlukan kemampuan tertentu maka yang dituntut adalah kemampuan riil. Berpikir positif terhadap kemampuan seseorang dapat menyebabkan orang tersebut selalu menilai diri, lebih over estimate terhadap kemampuan dan tidak peduli dengan kekurangan yang dimiliki.
Pendapat lain tentang kelemahan berpikir positif dikemukakan oleh Covey (1997). Menurutnya, berpikir positif ketika tidak tahu tujuan hidup akan membuat seseorang menjadi semakin mudah sampai kepada tempat yang salah. Pendapat Covey tersebut berkaitan dengan tujuan hidup bagi seseorang. Seseorang harus sudah yakin dengan kebenaran arah yang dituju. Artinya, dalam melakukan sesuatu harus sudah yakin dengan kebenaran pendangan-pandangan yang diikuti, mempunyai tujuan dan alasan yang benar, tidak cukup hanya dengan berpikir positif. Kalau yang dilakukan salah dan berpikir positif terhadap kesalahan maka akan memperoleh hasil yang negatif dan mempercapat ke arah tujuan yang salah. Covey menegaskan pentingnya kebenaran sebagai sebuah pandangan terhadap sesuatu atau tujuan hidup yang paling dasar.
Kesimpulan
Emosi positif sekarang : kenikmatan lahiriah seperti kelezatan, kehangatan, dan orgasme.
Emosi positif sekarang : kenikmatan yang lebih tinggi seperti senang, gembira, dan nyaman.
Hidup yang menyenangkan : Hidup yang berhasil mendapatkan emosi positif masa sekarang, masa lalau, dan masa yang akan dating.
Kehidupan yang baik : menggunakan kekuatan personal anda untuk memperoleh gratifikasi semaksimal mungkin pada wilayah-wilayah utama kehdiupan anda.
Kehidupan yang bermakna : menggunakan kekuatan- khas kebajikan Anda untuk melayani sesuatu yang lebih akbar daripada diri anda.
Kehidupan yang utuh adalah mengalami emosi positif tentang masa lalu dan masa sekarang, menghayati perasaan positif dari kenikmatan, memperolehh banyak gratifikasi dengan cara mengarahkan kekuatan pribadi Anda, dan menggunakan kekuatan ini untuk melayani sesuatu yang lebih akbar demi meperoleh makan hidup.
Referensi:
Arvan Pradiansyah, 2008, Tujuh Rahasia Hidup yang Bahagia, Kaifa, Bandung.
Martin E. P. Seligman, 2002, Positive Psychology, Positive Prevention, and Positive Therapy, Handbook of Positive Psychology, Oxford University Press
___________________, 2005, Terjemahan; Authentic Happiness, Mizan, Bandung.
http://www.ppc.sas.upenn.edu.
http://syahril-ril.blogspot.com/2007/05/psikologi-positif.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Positive_psychology
Tulisan bagus!
BalasHapusMau tau lebih jauh tentang psikologi positif? Kunjungi Facebook Page: https://facebook.com/membangunpositivity . Berkat berbagai penelitian psikologi positif atau neuroscience di seluruh dunia, maka kita sekarang bisa memaksimalkan fungsi otak hanya dalam hitungan hari. Kunjungi juga: https://membangunpositivity.com